Pada setiap peringatan hari Kartini,
tradisi memakai pakaian
adat dari berbagai daerah Indonesia menjadi suatu kewajiban bagi institusi
pemerintah. Kewajiban itu dimulai dari dunia
pendidikan, perkantoran, bahkan sampai pusat perbelanjaan, dan lebih memaknainya lagi dengan penampilan
karnaval atau perlombaan busana. Dari
semua rutinitas
tersebut muncul pertanyaan "Apakah peringatan hari Kartini merupakan peringatan mengenakan
kebaya atau pakaian Adat?". Mindset
pola pikir seorang anak tentunya akan sangat berbeda dengan pemikiran orang dewasa. Pemikiran seorang anak memang ringan
terhadap pertanyaan tersebut.
Mereka sangat cenderung mengaplikasikan hari
Kartini sebagai hari peringatan mengenakan kebaya atau pakaian Adat. Padahal, dengan memperingati hari Kartini itu, anak diharapkan mampu mengaplikasikan "Karakter
Kartini" sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari sebagai kaum perempuan
Indonesia seperti: bersahaja, sederhana, cerdas berwawasan luas, serta taat
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Disinilah perlu adanya kedewasaan serta profesionalisme
seorang pendidik dalam menumbuh-kembangkan karakteristik Kartini di dalam proses pendidikan. Salah satunya termasuk dengan memberikan penguatan
serta pemahaman pendidikan karakter terhadap peserta didik. Pendidikan Karakter itu sendiri sedang
menjadi Pokok Utama dalam kurikulum 2013.
Hal ini tentu menjadi alasan yang mendasar juga
dalam , Perubahan Kurikulum KTSP menjadi Kurikulum 2013. Tidak terkecuali
tingginya angka
kekerasan terhadap anak dan remaja, bullying (kejahatan) terhadap sasama teman. Bahkan ada yang lebih parah dan kondisi ini sudah meningkat pada
pencurian yang dilakukan oleh anak dan remaja, kebiasaan menyontek di kalangan
peserta didik.
Selain itu sudah mengarah pada
penyalahgunaan narkotika, serta
obat-obatan terlarang, pornografi dan porno-aksi, serta perusakan barang
milik orang lain sehingga sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini
belum dapat diatasi secara tuntas.
Oleh karena itu betapa
pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik dan masyarakat pada umumnya.
Memiliki sosok Kartini masa lalu, tentu sangat bisa
disejajarkan dengan ibu dalam keluarga. Terutama dalam pembentukan karakter.
Raden Ajeng Kartini menjadi
simbol perjuangan seorang ibu dalam membentuk karakter anak dalam keluarga. Dengan mengintegrasikan pendidikan
karakter dalam kurikulum, orangtua diharapkan sebagai faktor pertama
pembentuk karakter anak serta lingkungan sebagai cermin penerapan budayanya.
Apabila semua unsur tercapai dan
dijalankan sesuai dengan fungsinya masing masing maka karakter Kartini dapat
terwujud dan sesuai dengan harapan.