Derasnya arus globalisasi banyak memberikan dampak
negatif dan positif bagi perkembangan negara Indonesia. Namun, dampak negatif
yang banyak kita dapatkan daripada dampak positif. Salah satu dampaknya adalah
semakin menurunnya moralitas bangsa ini. Perubahan akibat globalisasi yang
terjadi justru cenderung mengarah pada krisis moral dan akhlak. Sehingga
memunculkan sejumlah permasalahan kompleks melanda negeri ini akibat moral. Mulai
dari anak-anak hingga orang dewasa, dari orang miskin hingga pejabat tinggi
negara, semuanya terkena dampak krisis moral. Dan hal kecil seperti anak-anak
sekolah membolos pelajaran. Belum lagi tindakan-tindakan kriminal yang setiap
hari biasa kita lihat. Maka dari itu, agar setelah dewasa nanti seseorang
memiliki moralitas yang baik. Seharusnya penanaman nilai etika, dan moral diterapkan
sejak dini, baik dari keluarga, sekolah, masyarakat maupun pemerintah harus
saling bekerja sama dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan.
Rasanya krisis moral terjadi karena nilai-nilai
Pancasila sekarang ini mulai luntur dan tidak lagi diimplementasikan dalam
kehidupan bermasyarakat. Pancasila yang seharusnya sebagai pedoman hidup dan
falsafah bangsa kini hanya sebagai semboyan belaka. Dalam bertindak,
orang-orang sudah tidak mengindahkan asas Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan, dan Keadilan. Jati diri bangsa kini telah luntur, sehingga timbulah
perilaku amoral yang merugikan orang lain dan membuat semakin terpuruknya negeri
ini.
Permasalahan ini sudah menjalar sampai pada semua
aspek kehidupan. Beberapa krisis moral yang dapat kita lihat diantaranya yaitu
dari sistem pendidikan kita, ketidakpedulian dengan sesama, tidak ada etika dan
akhlak di perkotaan,, tayangan-tayangan di televisi yang kurang mendidik,
perilaku para pejabat kita yang semau-maunya, hingga masalah yang kompleks,
seperti kenakalan remaja.
Faktanya, pendidikan di Indonesia, sangat
mengedepankan nilai kognitif dari siswa-siswanya tanpa melihat aspek afektifnya.
Dan menjadi tolak ukur kecerdasan siswanya. Hal ini dibuktikan dengan adanya
Ujian Nasional atau yang biasa dikenal sebagai UN. Tapi mengapa mata pelajaran
Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan tidak ikut diujikan? Padahal kedua mata pelajaran ini memberikan pendidikan karakter dan aspek moralitas yang dapat
membentuk serta membangun karakter siswa menjadi lebih baik. Apalah
artinya seorang anak yang cerdas apabila tidak memiliki hati nurani, sombong,
angkuh, dan berperilaku tidak baik. Seperti halnya kasus para pejabat tinggi
baru-baru ini. Mereka mengenyam pendidikan yang tinggi dan gelar sarjana yang
berentet namun masih saja banyak yang melakukan korupsi dan mengambil hak milik
rakyat. Jika orang yang memiliki moral dan akhlak yang baik pasti tidak akan
melakukan hal yang merugikan negara dan membuat rakyat menderita.
Disisi lain, UN sendiri ternyata menyebabkan ketakutan
tersendiri bagi para siswa, takut kalau tidak lulus, takut mengecewakan orang
tua, takut tidak mendapatkan pekerjaan yang layak, dan sebagainya. Kondisi ini
menyebabkan siswa memilih jalan pintas lain agar dapat lulus sekolah. Dengan
membeli kunci jawaban, siswa dapat memperoleh nilai yang baik. Hal ini membuat oknum-oknum yang mentalnya
bobrok memperjual belikan kunci jawaban, untuk keuntungannya mereka sendiri.
Fakta yang lain adalah sekarang ini banyak orang
bertindak dan berperilaku sesuai kehendaknya sendiri. Tak peduli itu merugikan
orang lain atau tidak, melanggar hukum/aturan atau tidak, membahayakan dirinya
sendiri dan orang lain atau tidak, yang penting menguntungkan bagi dirinya.
Contohnya saja seperti yang sering disiarkan di salah satu televisi swasta,
acara Reportase Investigasi. Dalam acara ini banyak mengungkap
kenakalan-kenakalan oknum tidak bertanggung jawab yang hanya ingin meraih
keuntungan sebanyak mungkin dengan cara-cara yang merugikan dan membahayakan
orang lain. Misalnya saja kecurangan pedagang sirup, dia menggunakan pewarna
tekstil, pemanis buatan, perisa buah-buahan, dan boraks atau biasa disebut pijer.
Bahan-bahan tersebut dengan mudah diperoleh dan dijual secara bebas di
pasaran. Parahnya, oknum tak bertanggung jawab tersebut menjual dengan
merk-merk terkenal. Namun, yang saya herankan keluarga dan dirinya sendiri ikut
mengkonsumsi sirup tersebut. Padahal oknum tersebut mengetahui bahaya yang
ditimbulkan akibat mengkonsumsi sirup tersebut. Itu merupakan salah satu contoh
kasus yang telah terungkap dan masih banyak lagi kasus yang serupa. Kasus
tersebut menunjukkan bahwa rendahya moral bangsa negeri ini hingga tak peduli
apa yang mengancam dirinya dan orang lain. Dan hanya mementingkan keuntungan
sendiri, tanpa melihat dampak di masa yang akan datang terhadap koraban-korbannya.
Sikap individualis dan egois telah menjangkiti
masyarakat, terutama lingkup perkotaan. Rutinitas kehidupan perkotaan penuh
dengan kesibukan dan keramaian kota, selain itu kebanyakan di perkotaan
rumah-rumah dalam bentuk apartemen dan perumahan sehingga membuat orang
cenderung lebih individual, kurang bersosialisasi, dan acuh tak acuh terhadap
orang lain bahkan tidak mengenal tetangga-tetangganya. Seakan-akan mereka
memiliki semboyan “loe loe, gue gue”. Dalam bergaul mereka
pun memilih-milih, harus yang kayalah, yang gaul, yang inilah, yang itulah dan
harus sederajat dengan mereka.
Kebiasaan anak jaman sekarang yang biasa kita lihat
adalah terjadinya tawuran antar sekolah, konflik antar anak sekolah yang
mengakibatkan perkelahian dan pembunuhan, kenakalan remaja yang berlebihan,
siswa-siswi yang dianggap tidak sopan, tidak bertanggung jawab terhadap
tindakannya, juga banyak siswa sekolah yang menjadi korban narkoba Kebiasaan tawuran pun sekarang malah jadi
budaya, tak jarang dari mereka melakukan tawuran hanya untuk membuat sensasi,
onar, dan kisruh tanpa alasan dan masalah yang jelas. Kenakalan remaja seperti
free sex, pergaulan bebas, dan pemakaian narkoba sudah menjalar hingga ke
pelosok desa. Belum lagi, maraknya video perzinahan yang semakin mudah diakses
dan didapatkan. Dengan hanya mengeluarkan uang yang tak seberapa, orang dapat
mendownloadnya dari situs-situs di internet dan dari pedagang-pedagang nakal.
Tidak hanya itu saja, tayangan-tayangan di televisi
sekarang ini banyak yang tidak mendidik. Contohnya saja sinetron, kebanyakan
sinetron ditonton oleh para remaja. Sinetron menyuguhkan cerita yang berbau
percintaan, pertengkaran, kisah seorang perempuan menjadi laki-laki,
penganiayaan, pergaulan bebas, tren saat ini dan lain-lain. Dan parahnya hal
tersebut ditiru oleh para remaja seperti memakai rok diatas lutut ke sekolah, pakaian
yang ketat, merokok, dan lainnya. Umumnya, para remaja sekarang lebih
menggemari menonton sinetron ketimbang berita tentang permasalahan yang ada di
negeri ini. Akibatnya mereka menjadi bersikap acuh tak acuh dengan perkembangan
bangsa ini.
KESIMPULAN
Umumnya, penanaman nilai etika, moral, dan akhlak
tidak hanya ditanamkan di lingkungan keluarga saja namun diperlukan kerja sama
dari pihak sekolah, masyarakat dan pemerintah. Keluarga sebagai lingkungan
pertama dan utama dimana seorang anak mendapatkan bekal pendidikan etika,
moral, dan akhlak. Peranan orang tua sangat penting dalam proses perkembangan
moral anak. Sejak dini orang tua harus mampu memberikan arahan, bimbingan,
serta teladan kepada anak. Melalui pengajaran akhlak seperti dididik dan diberikan
pengertian tentang perbuatan baik dan buruk, menanamkan nilai-nilai
keagamaan, dan tata krama. Orang tua harus selalu mengawasi segala
perilaku dan perkembangan anaknya terutama ketika anak menginjak usia remaja,
karena di usia ini terjadi ketidak seimbangan emosi sehingga mudah terbawa ke
hal-hal yang buruk.
Selanjutnya adalah lingkungan sekolah. Dalam
lingkungan sekolah, peran guru harus aktif dalam memberikan penanaman etika, dan
moral, kepada siswanya. Tak hanya pengetahuan saja yang diajarkan dalam
pembelajaran namun guru harus mampu mendidik dan memberikan nilai-nilai
kebaikan serta memberikan teladan bagi siswa. Guru dituntut untuk kreatif dalam
mengajarkan nilai-nilai moral yang akan diberikan kepada siswa. Sehingga tidak
hanya aspek kognitif saja yang di dapat siswa tetapi aspek afektif dan
psikomotorik juga. Dengan begitu siswa dapat menanamkan dan menerapkan sikap
yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tak hanya peran guru Agama atau Pendidikan
Kewarganegaraan saja yang menanamkan etika, dan moral pada diri siswa, tetapi
semua guru harus memberikan nilai-nilai kehidupan kepada siswa.
SARAN
Krisis moralitas yang melanda negeri ini adalah akibat
dari globalisasi dan modernisasi. Semua masalah yang terjadi berawal mula dari
krisis moralitas. Tanpa adanya krisis moralitas pasti semua akan berjalan
dengan baik dan meningkatnya kemajuan negara ini. Dalam mengatasi permasalahan
moral, yang memiliki peran paling utama adalah orang tua. Walau demikian tak
hanya orang tua tetapi sekolah, masyarakat, dan pemerintah harus saling bekerja
sama dan dalam membangun dan membentuk karakter generasi muda menjadi
lebih baik lagi. Dengan begitu pendidikan moral begitu penting bagi sesorang.
Karena dengan seseorang memiliki moral yang baik, kepribadian yang sopan santun,
bertata krama, dan peduli dengan sesama, maka akan terhindar dari perbuatan
yang tidak diinginkan, baik dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, maupun
agama. Dan ketika ia diberi amanat untuk menjadi seorang pemimpin, dia tidak
akan berani melakukan hal-hal yang merugikan negara dan mengambil yang bukan
haknya karena etika, moral, dan akhlak yang baik telah tertanam dalam dirinya.
Albertus Ekakrisna Prasetya
Tugas Penulisan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Kelas 2 SMA
Kelas 2 SMA
1 komentar:
komentarmakasih utk artikelnya...
Reply