Budaya secara luas merupakan suatu cara
hidup individu maupun kelompok yang sudah ada sejak nenek moyang dan di
wariskan hingga keturunan generasi generasi selanjutnya. Budaya tidak hanya
adat dan istiadat saja, tetapi ada budaya seperti cara hidup, cara berpakaian, cara berbicara
atau berkomunikasi di dalam masyarakat. Berbicara mengenai masyarakat, tidak
akan terlepas dari hubungan dan interaksi sesama individu dalam kemajemukan
sosial. Karena masyarakat merupakan rangkaian individu-individu yang beragam
jenis satu dengan lainya dan ciri khasnya masing-masing kelompok. Keterkaitan
antara sesama tidak bisa dipungkiri karena masing-masing memiliki
ketergantungan untuk kelangsungan kehidupan mereka karena merupakan kondrat
manusia sebagai mahluk sosial.
Yang dapat saya tarik dari
keterkaitannya masyarakat dengan kebudayaan adalah bagaimana budaya komunikasi
antar masyarakat sebagai makhluk sosial. Budaya ini seperti budaya
tolong-menolong, budaya tegur sapa, budaya gotong royong, dan sebagainya. Karena
budaya ini memang harus dilestarikan untuk generasi-generasi penerus, agar
tidak ada kesenjangan sosial antar masyarakat.
Poin kedua, kebudayaan yang
saya ambil adalah kebudayaan masing-masing individu. Budaya individu yang
dimaksud adalah budaya tentang bagaimana individu tersebut hidup, bagaimana
kesehariannya, bagaimana cara berbicaranya, bagaimana cara mengucapkan salam,
bagaimana bahasa yang ia digunakan sehari-hari, dan sebagainya.
Kali ini saya berkesempatan mewawancarai
seorang tokoh masyarakat tentang budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal
saya yang tinggal di Jatiasih, Bekasi. Budaya yang saya akan bahas disini
adalah budaya tentang masyarakat di sekitar kawasan tempat tinggal saya. Saya
akan mewawancarai salah satu tokoh masyarakat yaitu Pakde Alip, beliau sudah
tinggal lama di kawasan ini, pada awal topik pembicaraan, beliau mempersilakan
saya untuk memperkenalkan diri dan mulai menjelaskan maksud saya datang ke
kediamannya. Kedatangan saya ke rumah beliau atas usulan dari orang tua saya,
karena menurut beliau, Pakde Alip lah yang terkenal sudah lama tinggal di
sekitar tempat tinggal saya.
Sebelum ke topik pembicaraan
beliau memberi tahu saya bahwa ia telah tinggal disana sejak 35 tahun lalu. Dahulu keadaan lingkungan disini tidak sepadat dan seramai
pada saat ini, beliau menceritakan dahulu di sekeliling rumah dia hanya ada pohon
karet dan pohon pisang, hingga pada saat ini terdapat perumahan yang ramai
seperti saat ini. “Wah dulu disini mah kayak hutan, mau ke depan jalan raya aja
harus ngelewatin pohon-pohon, apalagi kaya sekarang ini sering ujan, mau ke
jalan raya depan aja harus ngelewatin belok-belok dulu” (belok-belok: tanah
merah yang licin terkena air hujan).
Perbincangan awal kami pun
ditemani dan disuguhi teh hangat oleh suami Pakde Alip, yaitu Bude Sri. Tak
lupa saya berbincang kepada Bude, menanyakan bagaimana keadaannya dan sedikit
basa-basi (red: berbincang topik yang ringan). Dan setelah sekian waktu, saya
meminta izin untuk berbincang sedikit lebih berat dari sebelumnya. Pertanyaan
pertama yang saya berikan adalah bertanya tentang masyarakat yang tinggal
disini, bagaimana budaya yang Pakde rasakan dari zaman dahulu beliau masih
belia hingga sampai menginjak usia seperti ini.
Beliau sedikit menceritakan
tentang keadaan lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. Sejak dahulu memang
masyarakat disini sudah terbiasa dengan tegur sapa, dan mengucapkan salam
ketika mereka bertemu, bahkan ada yang sekadar mampir untuk bersilaturahmi
antar tetangga di sekitar kampung itu. Memang budaya yang dibawa oleh
orang-orang Jawa zaman dahulu masih melekat di kampung sini. Malahan akibat terlalu
akrab dengan tetangga, mereka tidak malu atau gengsi jika membutuhkan bantuan.
Mereka cenderung lebih senang saling membantu dan gotong royong. Mereka memegang
prinsip bahwa kita tidak mungkin tidak membutuhkan bantuan orang lain. Dan
sampai orang meninggalpun, orang tersebut tidak dapat mengurus diri sendiri. [masa
orang udah meninggal mandi dan dikubur sendiri(?)]. Oleh sebab itu mereka
senang untuk saling membantu dan gotong royong.
Bekasi merupakan salah satu
kota yang tidak begitu jauh dari ibu kota, itulah sebabnya banyak para pekerja
yang bekerja di Jakarta, dengan sebagian warganya berpendatang dari luar kota,
misalnya dari Jawa, dan tidak sedikit juga yang berasal dari Sumatra. Hal ini
memang benar, saat saya tanyakan kepada beliau tentang asal warga sekitarnya.
Tetangganya kebanyakan berasal dari Jawa, dan memang Bahasa sehari-hari yang
mereka gunakan menggunakan Bahasa Jawa, seperti mengucapkan salam, dan
sebagainya. Pakde Alip juga ternyata tidak asli dan datang dari tanahnya
sendiri, melainkan beliau juga merantau dari Jogja.
Begitupula dengan makanan yang
ada di sekitar perumahan di daerah sini. Karena tidak di dominasi dengan adat Betawi
saja, maka makanan yang diperdagangkan di daerah kawasan ini pun beragam. Setiap
hari Sabtu dan Minggu pagi saja misalnya, di depan gang, beberapa warga sudah
berdagang untuk menjual Nasi Uduk yang merupakan khas Betawi yang sudah tidak
asing lagi bagi warga Bekasi. Tidak hanya Nasi Uduk, makanan seperti Gudeg dan
Krecek yang merupakan makanan khas Jogja pun juga diperdagangkan di tempat ini.
Berbagai kue basah dan kering juga ada disini, seperti kue cubit, kue cucur,
kue pisang, kue putu, onde-onde, geplak, tiwul, dan sebagainya. Jadi tidak ada
yang mendominasi juga di segi makanan.
Warga disini juga tidak
menghilangkan budaya yang ada, pada saat mengadakan hajatan atau syukuran.
Biasanya warga sekitar mengadakan jatilan, atau bahkan wayang bagi tamunya. Ini
tidak terlepas karena mayoritas penduduk di sekitar sini, merupakan penduduk
asli Jawa, tetapi tidak sedikit juga penduduk bukan asli Jawa yang menyukai
acara semacam ini.
Pelestarian adalah suatu
proses atau teknik yang didasarkan pada kebutuhan individu itu sendiri.
Kelestarian tidak dapat berdiri sendiri. Oleh karena itu harus dikembangkan
pula. Melestarikan suatu kebudayaan pun dengan cara mendalami atau paling tidak
mengetahui tentang budaya itu sendiri. Mempertahankan nilai budaya, salah
satunya dengan mengembangkan seni budaya tersebut disertai dengan keadaaan yang
kita alami sekarang ini yang bertujuan untuk menguatkan nilai-nilai budayanya. Sebagai
warga negara Indonesia, kita wajib melestarikan budaya-budaya negara kita
sendiri agar tidak luntur atau hilang. Contohnya seperti tarian,makanan
khas,baju daerah, sikap tolong menolong, gotong royong, budaya saling sapa dan
sebagainya harus selalu dilestarikan. Karena budaya yang kita punya dapat
mencerminkan kepribadian bangsa kita yaitu Indonesia. Walaupun Indonesia
memiliki berbagai macam suku dan adat tetapi tetap saja itu semua merupakan
satu bagian dari kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.